Jumat, 12 Agustus 2016

PERIZINAN APOTEK

Sebelum membahas perizinan apotek, saya ingatkan kembali tentang definisi dari apotek berdasarkan PerMenKes RI no 35 tahun 2014, mengenai standar pelayanan kefarmasian di apotek. Yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Dan yang dimaksud dengan Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

Perizinan Apotek
Izin apotek diberikan oleh menteri kesehatan, menteri kesehatan melimpahkan wewenang pemberian izin apotek kepada kepala dinas kesehatan kabupaten / kota. Kepala dinas kabupaten / kota wajib melaporkan pelaksanakan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada menteri kesehatan dan tembuasan disampaikan kepada kepala dinas kesehatan provinsi.
Tata Cara Permohonan Izin Apotek :
1. Permohonan Izin Apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan menggunakan contoh form model APT-1.
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat.
4. Apabila pemeriksaan tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi.
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan atau pernyataan Apoteker, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek.
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan.
7. Terhadap Surat Penundaan tersebut, Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi seiambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

SUMBER:
1. Daris Anwar, Pengantar Hukum & Etika Farmasi, Duwo Okta, Tangerang, 2014.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1332/ Menkes / SK/ X/ 2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No 922 / Menkes / Per/ X / 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
3. Peraturan Menteri kesehatan RI No 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.

PERIZINAN PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)

Definisi PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1148 tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF), yang dimaksud dengan  PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
PBF harus memiliki seorang Apoteker sebagai penangggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian.
Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi, apoteker melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)  yang ditetapkan Menteri dan menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang dibuat secara tertulis dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pemberian Izin PBF
Untuk memperoleh izin mendirikan PBF, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, pasal 4 menyebutkan bahwa pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki Nomor PokokWajib Pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab.
d. Komisaris/Dewan pengawas dan Direksi/Pengurus tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB.

Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM. Permohonan harus ditandatangani oleh Direktur/Ketua dan Apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut:
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua.
b. Susunan direksi/pengurus.
c. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
d. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai perundang-undangan.
e. Surat Tanda Daftar Perusahaan.
f. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan.
g. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak.
h. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang.
i. Peta lokasi dan denah bangunan.
j. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab.
k. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
Izin PBF berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan. Izin PBF dinyatakan tidak berlaku, apabila:
a. Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
b. Dikenai sanksi berupa penghentian sementara kegiatan.
c. Izin PBF dicabut.

SUMBER: Peraturan Menteri Kesehatan RI No 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No 1148 / Menkes / Per / VI/ 2011/ Tentang Pedagang Besar Farmasi.

TENAGA KESEHATAN? TENAGA MEDIS? Samakah?

Buat kalian yang masih bingung apa itu “TENAGA KESEHATAN”, samakah dengan “TENAGA MEDIS” atau malah jauh berbeda? Disini saya ulas sedikit mengenai tenaga kesehatan. Tak perlu khawatir infonya gak karuan ya guys,, karena tulisan ini mengacu pada Undang-undang kesehatan no 36 tahun 2015 tentang Tenaga Kesehatan.
So.. check this out!!!
Tenaga kesehatan memiliki peran penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Berdasarkan Undang-undang no 36 tahun 2014, yang dimaksud dengan TENAGA KESEHATAN adalah setiap orang yang mengabdikan diridalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melaluipendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Lalu, kalau begitu tenaga medis itu apa? Apa bedanya dengan tenaga kesehatan?
Guys... selanjutnya kita bahas mengenai pengelimpokan tenaga kesehatan ya...
Tenaga kesehatan dikelompokkan menjadi 13 kelompok, yaitu:
1. TENAGA MEDIS, yang termasuk kedalam tenaga medis adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis.
2. TENAGA PSIKOLOGI MEDIS, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah psikologi klinis.
3. TENAGA KEPERAWATAN, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah berbagai jenis perawat.
4. TENAGA KEBIDANAN, yang dimaksud dengan tenaga kebidanan adalah bidan.
5. TENAGA KEFARMASIAN, yang termasuk kedalam tenaga kefarmasian adalah APOTEKER dan TENAGA TEKHNIS KEFARMASIAN.
6. TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT, yaitu epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu prilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
7. TENAGA KESEHATAN LINGKUNGAN, yaitu tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan.
8. TENAGA GIZI, yaitu nutrisionis dan dietisien.
9. TENAGA KETERAPIAN FISIK, yaitu fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupuntur.
10. TENAGA KETEKNISAN MEDIS, yaitu perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien / optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis.
11. TENAGA TEKNIK BIOMEDIKA, yaitu radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.
12. TENAGA KESEHATAN TRADISIONAL, yaitu tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan.
13. TENAGA KESEHATAN LAIN, ditetapkan oleh menteri.
Nah, sekarang sudah gak bingung lagi kan dengan tenaga kesehatan dan tenaga medis?
Terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat dan sampai bertemu di artikel berikutnya...

PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI DI RUMAH SAKIT

Menurut PERMENKES RI No 58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Rumah sakit, pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi (BMHP):
1. Pemilihan
Adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP ini berdasarkan formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi; standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP yang telah ditetapkan;  pola penyakit; efektifitas dan keamanan; pengobatan berbasis bukti; mutu; harga; dan ketersediaan di pasaran.

2. Perencanaan kebutuhan
Merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan anggaran yang tersedia; penetapan prioritas; sisa persediaan; data pemakaian periode yang lalu; waktu tunggu pemesanan; dan rencana pengembangan.

3. Pengadaan
Merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan dapat dilakukan melalui Pembelian; Produksi Sediaan Farmasi; dan atau Sumbangan/Dropping/Hibah

4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

5. Penyimpanan
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP.

6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock); Sistem Resep Perorangan; Sistem Unit Dosis; Sistem Kombinasi.

7. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, BMHP bila produk tidak memenuhi persyaratan mutu; telah kadaluwarsa; tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan; dicabut izin edarnya.

8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP.

9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatannya terdiri dari:
9.1. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP.
9.2. Administrasi Keuangan
9.3. Administrasi Penghapusan

SUMBER: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.