Sabtu, 22 November 2014

SODIUM DICLOFENAC (NATRIUM DIKLOFENAK)

Bahas sedikit tentang "Natrium Diklofenak" nih,,
Rumus Molekul          : C14H11Cl2NO2 Na
            Berat Molekul            : 296,2
            Nama Kimia               : (2- (2,6-diklorophenyl) amino benzeneacetic acid), sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat
Pemerian                    :  Serbuk   kristal,   putih   atau   agak   kekuningan   dan higroskopis, serbuk hablur,                                      berwarna putih, tidak beras(USP 30, 2007).
           Kelarutan                    : Sedikit    larut    dalam    air,    larut    dalam    alkohol; praktis tidak larut dalam kloroform                                               dan eter; bebas larut dalam alkohol metil. pH larutan 1% b/v dalam air adalah antara 7.0 dan 8.                                               (Sweetman, 2009).
pKa                             : 4,2 (Clarke’s, 2005)

Farmakologi
          Natrium diklofenak (derivat fenilasetat) merupakan non-steroidal anti- inflammatory drug (NSAID) yang terkuat            daya antiradangnya dengan efek samping yang kurang kuat dibandingkan dengan NSAID lainnya. Obat ini sering                  digunakan untuk segala macam rasa nyeri, migrain dan encok (Tjay dan Rahardja, 2001).


Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi meliputi distres gastrointestinal, pendarahan gastrointestinal dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus  lebih  jarang  terjadi daripada  dengan  beberapa  antiinflamasi  non-steroid (AINS) lainnya. Peningkatan serum aminotransferases lebih umum terjadi dengan obat ini daripada dengan AINS lainnya. (Katzung, 2002).
Efek Samping:
- Efek samping yang umum terjadi seperti nyeri/keram perut, sakit kepala, retensi cairan, diare, nausea, konstipasi, flatulen, kelainan pada hasil uji hati, indigesti, tukak lambung, pusing, ruam, pruritus dan tinitus.
- Peninggian enzim-enzim aminotransferase (SGOT, SGPT) hepatitis.
- Dalam kasus terbatas gangguan hematologi (trombositopenia, leukopenia, anemia, agranulositosis).

Mekanisme Kerja
Diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas anti inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas diklofenak dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat. Aktivitasnya dengan jalan menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin terhambat (Hardjasuputra, 2002).

 Indikasi:
Pengobatan akut dan kronis gejala-gejala reumatoid artritis, osteoartritis dan ankilosing spondilitis.

Kontra Indikasi:
- Penderita yang hipersensitif terhadap diklofenak atau yang menderita asma, urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau NSAIA lain.
- Penderita tukak lambung.

Interaksi Obat:
- Penggunaan bersama aspirin akan menurunkan konsentrasi plasma dan AUC diklofenak.
- Meningkatkan konsentrasi plasma digoksin, metotreksat, siklosporin & litium sehingga meningkatkan toksisitasnya.
- Diklofenak menurunkan aktivitas obat- obatan diuretik.  
    
          Metabolisme Obat
  Natrium  diklofenak  merupakan  derivat  sederhana  fenil  asetat  yang termasuk NSAIDs yang terkuat anti radangnya, tetapi mempunyai efek samping pada pemakaian sediaan obat konvensional dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan pendarahan pada saluran cerna.

Absorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi ketersediaan hayatinya  rata rata 55% akibat metabolisme tingkat pertama yang besar. Efek analgetiknya  dimulai setelah 1 jam, secara rectal dan intramuskular lebih cepat, masing-masing  setelah 30 dan 15 menit. Penyerapan garam K (Cataflam) lebih pesat daripada  garam Na dimana ikatan dinaikkan dengan protein plasmanya diatas 99%.  Ekskresi melalui kemih 60% sebagai metabolit dan 20% diekskresikan melalui  empedu dan tinja . 

INFEKSI JAMUR

Beberapa Penyakit Yang Disebabkan Oleh Jamur Sistemik
                        Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia. Penyakit yang disebabkan jamur pada manusia disebut mikosis. Mikosis dikelompokkan atas dasar tempat infeksinya pada tubuh manusia, yaitu mikosis superfisial, mikosis kutan, mikosis subkutan dan mikosis sistemik (profunda). Infeksi yang diakibatkan oleh jamur dapat terjadi secara kompleks dalam skala ringan atau berat. Pada kasus-kasus tertentu juga dijumpai adanya makanisme infeksi skunder akibat mikosis. Reaksi imun sangat berperan penting sebagai pertahanan dari mikosis, namun demikian pengobatan-pengobatan pada spesifikasi tertentu sangat menunjang proses penyembuhan.
1.      Mikosis Superfisial 
Adalah infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial, yaitu kulit, rambut, kuku.
a)      Tinea versicolor
Merupakan infeksi ringan yang nampak dan terjadi akibat pertumbuhan Malassezia furfur yang tidak terkendali. Dalam bahasa lokal dikenal sebagai panu.
Klinis : Muncul bercak putih kekuningan disertai rasa gatal pada kulit dada, punggung, axila leher dan perut bagian atas. Daerah yang terserang akan mengalami depigmentasi.
Pencegahan: dengan menjaga kebersihan badan dan pakaian serta menghindari penularan.
Pengobatan : 1 % selenium sulfida yang digunakan setiap dua hari selama 15 menit kemudian dicuci. Pada kasus yang berkaitan dengan kateter adalah dengan mengangkat kateter yang terpasang.

b)      Tinea nigra
Infeksi pada lapisan kulit (stratum korneum) akibat serangan Exophiala weneckii.
Klinis : Muncul bercak-bercak (makula) berwarna coklat kehitaman. Bercak tersebut terisi oleh hifa bercabang, bersepta, dan sel-sel yang bertunas, akan tetapi tetap terlihat datar menempel pada kulit (tidak membentuk bagian yang menonjol, seperti sisik ataupun reaksi yang lain)
Pencegahan : dengan menjaga kebersihan badan dan pakaian serta menghindari penularan.
Pengobatan : Pemberian asam undersilenat atau anti jamur azol.
c)      Piedra
Dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu White Piedra disebabkan oleh Trichosporon Beigelli dan Black Piedra diakibatkan oleh Piedraia hortae.
Klinis terbentuknya nodul hitam keras di sekitar rambut kepala (Black piedra) terbentuk nodul yang lebih halus pada rambut ketiak, kemaluan, janggut.
Pengobatan : Pemotongan rambut dan pemalkaian anti jamur tropikal.
d)      Tinea Flavosa : Infeksi pada kulit kepala, kulit badan yang tidak berambut dan berkuku, disebabkan oleh Trichopyton schoenleinii.
Klinis : Gejala awal berupa bintik-bintik putih pada kuli kepala kemudian membesar membentuk kerak yang berwarna kuning kotor, Kerak sangat lengket, bila diangkat akan meninggalkan luka basah. Dapat menyebabkan kebotakan yang menetap.
e)      Otomycosis : Infeksi pada telinga luar dan liang telinga disebabkan oleh serangan Aspergillus, Penicillium, Mocor, Rhizpus, Candida.
Klinis : muncu rasa gatal dan sakit pada lubang telinga dan kulit sekitar. Jika terjadi infeksi skunder oleh bakteri, akan menjadi bernanah.

2.   Mikosis Kutan
Adalah infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial yang terkeratinisasi , yaitu kulit, rambut, kuku. Tidak ke jaringan yang lebih dalam.
a)      Tinea pedis (kaki atlet)
Infeksi menyerang jaringan antara jari-jari kaki dan berkembang menjadi vesikel-vesikel kecil yang pecah dan mengeluarkan cairan encer, disebabkan oleh Trichophyton rubrum, T. Mentagrophytes, Epidemirmophyton floccosum.
Klinis : Kulit antara jari kaki mengalami pengelupasan dan kulit pecah-pecah, dapat juga terjadi infeksi skunder.
Pencegahan : Jaga kebersihan badan dan lingkungan.
Pengobatan : Fase akut : rendam dalam kalium permanganat 1 : 5000 sampai peradangan mereda, kemudian berikan bahan kimia anti jamur (asam benzoat, asam salisilat, krim asam undersilat, krim mikonazol).
Pada fase menahun : Berikan bahan kimia krim antijamur pada waktu malam dan bahan kimia bedak antijamur pada siang hari.

b)      Tinea Korporis, Tinea Kurtis (Kurap)
Menyerang kulit tubuh yang tidak berambut, disebabkan oleh serangan jamur T. Rubrum, T metagrophytes, E. floccosum. Hifa tumbuh aktif ke arah pinggir cincin stratum korneum yan belum terserang.
Klinis : Sering menimbulkan lesi-lesi anuler kurap, dengan bagian tengah bersisik dikelilingi oleh pingiran merah meninggi sering mengandung volikel. Waktu hifa menjadi tua dan memisahkan diri menjadi artrospora, sel-sel yang mengandung artrosphora mengelupas, sehinga pada beberapa kasus terdapat bagian tengah yang bersih pada lesi kurap.
Pencegahan : Jaga kebersihan badan dan lingkungan.
Pengobatan : Gunakan asam benzoat, asam salisilat, krim asam undersilat, krim mikonazol.
c)      Tinea kaptitis (kurap kulit kepala)
Infeksi microsporum, terjadi pada masa kanak-kanak dan biasanya aka sembuh pada saat memasuki masa puberitas. Sedangkan jika infeksi disebabkan oleh Trichophyon yang tidak diobati akan menetap sampai dewasa.
Klinis : infeksi dimulai pada kulit kepala , selanjutnya ermofita tumbuh ke bawah mengikuti dinding keratin folikel rambut. Infeksi pada rambut terjadi di atas akar rambut. Rambut menjadi mudah patah dan meninglakna potongannya yang pendek. Pada bagian kulit kepala yang botak terlihat bentuk kemerahan, edema, bersisik dan membentuk vesikel, pada kasus yang lebih parah dapat menyebabkan peradangan dan mengarah pada mikosis sistemik.
Pencegahan : Jaga kebersihan badan dan lingkungan. Kasus-kasus sporadis biasanya diperoleh dari anjing atau kucing. Mencegah penggunaan gunting dan alat cukur untuk bersama. Hindari kontak dengan orang yang terinfeksi.
Pengobatan : pada infeksi kuli kepala rambut dapat dicabut degan tangan, sering keramas dan mengunakan krim antijamur mikonizol.

3.   Mikosis Subkutan
Adalah Infeksi oleh jamur yang mengenai kulit, mengenai lapisan bawah kulit meliputi otot dan jaringan konektif (jaringan subkutis) dan tulang.
a)      Sporotrichosis
Akibat infeksi Sporothrix schenckii, yang merupakan jamur degan habitat pada tumbuh-tumbuhan atau kayu. Invasi terjadi ke dalam kulit melalui trauma, kemudian menyebar melalui aliran getah bening.
 Klinis : Terbentuk abses atau tukak pada lokasi yang terinfeksi, Getah bening menjadi tebal, Hampir tidak dijumpai rasa sakit, terkadang penyebaran infeksi terjadi juga pada persendian dan paru-paru. Akibat secara histologi adalah terjadinya peradangan menahun, dan nekrosis.
Pengobatan : Pada kasus infeksi dapat sembuh dengan sendirinya walaupun menahun, meskipun demikian dapat juga diberikan Kalium iodida secara oral selama beberapa minggu.

b)      Kromoblastosis
Infeksi kulit granulomatosa progresif lambat yang disebabkan oleh Fonsecaea pedrosoi, Fronsecaea compacta, Phialophora verrucosa, Cladosporium carrionii. Habitat jamur ini adalah di daerah tropik, terdapat di dalam tumbuhan atau tanah, di alam berada dalam keadaan saprofit.
Klinis : Terbentuknya nodul verrucous atau plaque pada jaringan subkutan. Jamur masuk melalui trauma ke dalam kulit biasanya pada tungkai atau kaki, terbentuk pertumbuhan mirip kutil tersebar di aliran getah bening.
Pencegahan : Pemakaian sepatu pada saat beraktifitas di lingkungan terbuka ( lapangan tanah, sawah, kebun, dan lain-lain)
Pengobatan : Dilakukan pembedahan pada kasus lesi yang kecil, sedangkan untuk lesi yang lebih besar dilakukan kemoterapi dengan flusitosin atau itrakonazol.
c)      Mycetoma (madura foot)
Infeksi pada jaringan subkutan yang disebabkan oleh jamur Eumycotic mycetoma dan atau kuman (mikroorganisme) mirip jamur yang disebut Actinomycotic mycetoma.
Klinis : ditandai dengan pembengkakan seperti tumor dan adanya sinus yang bernanah. Jamur masuk ke dalam jaringan subkutan melalui trauma, terbentuk abses yang dapat meluas sampai otot dan tulang. Jamur terlihat terlihat sebagai granula padat dalam nanah. Jika tidak diobati maka lesi-lesi akan menetap dan meluas ke dalam dan ke perifer sehingga berakibat pada derormitas.
Pencegahan : Pemakaian sepatu pada saat beraktifitas di lingkungan terbuka ( lapangan tanah, sawah, kebun, dan lain-lain)
Pengobatan : dengan kombinasi streptomisin, trimetropin-sulfametoksazol, dan dapson pada fase dini sebelum terjadi demorfitas. Pembuatan drainase melaui pembedahan dapat membantu penyembuhan.

 4.   Mikosis Sistemik
Adalah infeksi jamur yang mengenai organ internal dan jaringan sebelah dalam. Seringkali tempat infeksi awal adalah paru-paru, kemudian menyebar melalui darah. Masing-masing jamur cenderung menyerang organ tertentu. Semua jamur bersifat dimorfik, artinya mempunyai daya adaptasi morfologik yang unik terhadap pertumbuhan dalam jaringan atau pertumbuhan pada suhu 37o C. Mikosis subkutan akut kerapkali juga berdampak pada terjadinya mikosis sistemik melalui terjadinya infeksi skunder.
a)      Blastomikosis
Infeksi yang terjadi melalui saluran pernafasan, menyerang pada kulit, paru-paru, organ vicera tulang dan sistem syaraf yang diakibatkan oleh jamur Blastomycetes dermatitidis dan Blastomycetes brasieliensi.
Klinis : Kasusnya bervariasi dari ringan hinga berat, pada kasus ringan biasanya dapat sembuh dengan sendirinya. Berbagai gejala umum akibat mikosis ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi pernafasan bawah akut lain ( demam, batuk, berkeringat malam). Jika terjadi penyebaran maka dapat mengakibatkan timbulnya lesi-lesi pada kulit di permukaan terbuka (leher,muka, lengan dan kaki).
Pengobatan : melalui pemberian ketokonazol dan intrakonazol
selama 6 bulan akan bermanfaat.

b)      Kokodiodomikosis
Disebabkan oleh Coccidiodes immitis yang hidup di tanah, mikosis ini menyerang -paru.
Klinis : Infeksi dapat terjadi melalui inhalasi, gejala yang umum timbul adalah demam, batuk, sakit kepala, kompleks gejala tersebut dikenal sebagai demam valley atau desert rheumatism, dan biasanya dapat sembuh dengan sendirinya.
Pengobatan : setelah sembuh dari infeksi primer oleh Coccidiodes immitis biasanya telah terbentuk imunitas terhadap infeksi serupa. Pada kasus penderita dengan difisiensi imun maka diberikan amfoterisin B dan diikuti dengan pemberian azol oral dalam beberapa bulan.

c)      Hitoplasmosis : Disebabkan oleh Hitoplasma capsulatum, jamur ini hidup pada tanah dengan kandungan nitrogen tinggi (tanah yang terkontaminasi dengan kotoran unggas atau ternak)
 Klinis : Infeksi terjadi melalui proses pernafasan. Konidia yang terhirup diliputi oleh makrovag areolar akhir-nya berkembang menjadi sel-sel bertunas. Meskipun infeksi dapat menyebar secara cepat namun 99% infeksi bersifat asimtomatik. Gejala yang timbul berupa sindroma flu yang dapat sembuh dengan sendirinya. Pada kasus penderita dengan defisiensi imun, hipoplasmosis dapat berakibat pada terjadinya pembengkakan limpa dan hati, demam tinggi , anemia. Juga dapat terjadi tukak-tukak pada hidung, mulut lidah, dan usus halus.
Pengobatan : Setelah sembuh dari infeksi ini maka akan terbentuk imunitas dalam tingkat tertentu yang mencegah terjadinya infeksi serupa. Jika infeksi telah menyerbar maka pemberian amfoterisin B sering kali dapat menyembuhkan. Akan tetapi pada penderita AIDS diperlukan terapi khusus.

d)      Parakoksidiomikosis : Mikosis yang diakibatkan oleh jamur Paracoccidioides brasiliensis ( Blastomyces brasiliensis). Organisme infektif terhirup pada proses pernafasan.
Klinis : Gejala yang terlihat antara lain adalah pembesaran kelenjar getah bening atau gang-guan gastrointestinal. Pada awal infeksi akan terbentuk lesi-lesi pada paru-paru, kemudian penyebarannya terjadi menuju limpa, hati, selaput mukosa dan kulit.

Pengobatan: pemberian sulfoamida secara oral, terbukti efektif pada Parakoksidiomikosis ringan, jika penaganan tersebut belum menunjukkan hasil yang berarti maka diberikan keto-konazol, sedangkan pada kasus yang lebih berat, maka digunakan Amfoterisin.